Nama saya Thois Wanma. Saya dari Papua, PV (Papuan Voices) Sorong. Nama saya Immanuel. Saya dari Papuan Voices wilayah Keerom. Apa itu Papuan Voices? Papuan Voices itu suatu komunitas film dokumenter di Papua... tentang alam manusia dan alam papua, segalanya tentang kehidupan sosial dan lainnya yang ada di Papua. Film Dokumenter pendek yang biasanya dibuat Papuan Voices. Apa saja masalah yang diangkat Papuan Voices? Film - film PV mengangkat masalah - masalah seperti masalah ekonomi, perempuan,... dan banyak masalah lain yang diangkat oleh PV. Film yang kita buat mengangkat banyak masalah bukan untuk mencari masalah. Tapi film - film edukasi bagi masyarakat Papua itu sendiri, contohnya membuat film di Merauke, kemudian teman - teman di Sorong bisa melihatnya. Karena kebanyakan di Papua, masyarakat di Kabupaten lain tidak mau tahu (masalah di lain daerah) Film edukasi itu bagaimana orang di Sorong itu tahu bagaimana situasi lingkungan hutan,... atau di Merauke seperti ada investasi perkebunan besar-besaran masuk, dan lainnya. Paling tidak Sorong atau Manokwari tahu. Apa saja aktivitas Papuan Voices? Film yang sudah diproduksi, kita lakukan pemutaran film di kampus, biasanya di asrama - asrama wilayah kota Jayapura, begitu pula dengan Papuan Voices wilayah lain ada pemutaran dan diskusi. Itulah yang biasanya dilakukan PV. Bagaimana kondisi sosial di Papua? Kalau berbicara kondisi di Papua, Papua itu sangat luas sehingga masalah banyak sekali seperti masalah ekonomi, masalah perempuan, maka dari itu sampai tahun ini masih banyak masalah. Maka dari itu PV mencoba menunjukkan bahwa masalah itu ada dan bagaimana harus diselesaikan. Jadi film-filmnya diproduksi untuk bagaimana mencari solusi. Kondisi sosial yang hari ini terjadi di sana itu banyak. Contohnya hari ini investasi masuk besar-besaran di sana seperti di kebun sawit. Orang asli disitu tidak tahu kerja perusahaan sawit itu seperti apa. Masalah apa saja yang dihadapi oleh Papuan Voices? Bahasa juga berpengaruh untuk produksi film. Contoh saya buat di Teluk Mayalibit, suku aslinya suku Maya. Disepanjang perjalanan mereka berbicara bahasa mereka sendiri. Untuk pengambilan gambar dan edit kesulitan disitu, karena saya sendiri tidak mengerti apa yang dikatakan mereka. Maka, saya harus cari orang untuk menerjemahkannya ke bahasa Indonesia dan bahasa Inggris lagi. Saya berasal dari Kabupaten Keerom jadi harus menempuh perjalanan panjang dari tempat satu ke tempat satunya juga butuh waktu hingga 1-2 jam, angkot juga harganya mahal. Apa yang membuatmu tertarik pada Papuan Voices? Saya tertarik pada PV karena saya punya rasa kepedulian tinggi terhadap orang Papua. Papua itu masih tertinggal, makanya saya mau menceritakan ke semua kalangan yang diluar daerah wilayah masing - masing bahwa jangan mereka bilang bahwa Papua itu kaya akan emas atau lainnya, padahal kenyataan yang ada di lapangan. Saat saya turun sendiri, orang Papua masih tertinggal, apalagi masalah ekonomi. Itu yang membuat saya merasa sedih, makannya saya ingin sekali menjelaskan bahwa Papua tidak butuh apa-apa dari pemerintah, tapi Papua hanya butuh kasih sayang. Kalau saya tertarik PV karena saya berpikir bagaimana cara menyelesaikan masalah-masalah yang ada dan sebagai anak muda, saya ingin lakukan apa yang bisa saya lakukan. Sehingga saat ada pelatihan dari EngageMedia waktu itu yang membantu membentuk PV, sangat pas sekali. Kami bikin film tidak hanya bikin, tapi akan ditonton oleh orang - orang.